Dakwah dan Piala Dunia 2018.

Ifan Islami
4 min readJul 13, 2018

Piala Dunia 2018 semakin menuju akhir dari pergelaran. Kini, gelaran yang yang dihelat di Rusia tersebut telah memasuki fase penentuan mahajuara. Dari 32 negara yang mengikuti gelaran ini, tersisa 2 negara terkuat pada babak gugur; Kroasia dan Prancis. Mereka siap bertanding untuk merebut gelar juara.

Gelaran sepak bola akbar ini selalu menyajikan kisah menarik setiap tahunnya. Ada saja cerita baru yang muncul dalam setiap edisi. Untuk edisi 2018, ceritanya agak unik, terutama bagi umat muslim sejagat. Selain karena pembukaan dimulai pada momen 1 Syawal (lebaran), kontestannya pun banyak yang berasal dari negara berpenduduk mayoritas muslim — dengan proporsi 50 persen lebih penduduk muslim. Sebanyak 7 negara berpenduduk mayoritas Islam, selanjutnya disebut Negara Muslim, siap berjihad fi sabilillah di lapangan hijau. Negara tersebut antara lain: Arab Saudi, Maroko, Iran, Tunisia, Mesir, Senegal, dan Nigeria. Angka tersebut tertinggi selama gelaran Piala Dunia sejak 1930. Bagaimana prestasinya dalam turnamen ini? hanya puas dalam fase grup (32 besar).

Piala Dunia merupakan turnamen sepak bola yang spesial. Di sini yang bertanding bukan klub-klub komersial seperti Real Madrid, Barcelona atau Persija Jakarta. Kompetisi diikuti oleh negara-negara terpilih dengan diwakili warganya yang dianggap cakap bermain bola. Untuk negara muslim urusannya sedikit berbeda. Di era serba politik identitas ini, banyak yang menganggap negara muslim yang bertanding sebagai “wakil umat Islam”. Maka jangan heran bila kamu melihat temanmu ada yang menjagokan Maroko, Senegal, Mesir dsb.

Ikut sertanya 7 negara muslim dalam gelaran Piala Dunia tentu berpotensi membawa urusan lain ke dalam lapangan hijau. Jangan kaget bila para pesepak bola tiba-tiba menunjukkan identitasnya Islamnya di lapangan. Hal ini yang kemudian dapat menjadi potensi dakwah di dalam sepak bola. Walaupun tampil tidak moncer, tapi setidaknya sebagian dari mereka telah menyampaikan nilai-nilai Islam, berdakwah sebutannya, kepada masyarakat seluruh dunia. Pesan-pesan itu akan tersampaikan dengan mudah, mengingat Piala Dunia adalah gelaran olahraga paling populer di planet bumi.

Bagaimana Negara Muslim Berdakwah di Piala Dunia 2018?

Pesepak bola dari negara muslim mempunyai banyak sekali kesempatan untuk berdakwah. Beberapa adegan “khas Islam” kerap menghiasi gelaran piala dunia, adegan itu secara tersirat telah mendakwahkan Islam ke pada warga dunia. Misalnya saja selebrasi sujud syukur ketika mencetak gol. Selain menunjukkan kegembiraan dan rasa syukur, sujud syukur punya makna lain. Dengan melakukan sujud syukur, para pemain secara langsung ingin menunjukkan “begini cara orang Islam beribadah”. Harapannya, orang-orang yang sama sekali tidak tahu tentang Islam, setidaknya mengetahui bagaimana cara orang Islam beribadah. Harapannya lagi, orang-orang yang menyaksikan selebrasi sujud syukur menjadi lebih hormat ketika ada orang yang melakukan hal serupa di luar lapangan. Hal itu menjadi penting dilakukan, sebab ada banyak sekali aksi rasisme terhadap “sujud” di luar lapangan.

Bagi kita di Indonesia mungkin adegan “sujud syukur” di lapangan — dan di luar lapangan — adalah hal yang biasa saja. Barang kali, kita juga tidak dapat menangkap pesan yang ada dalam sujud tersebut. Namun berbeda bila dibanding dengan orang-orang Eropa, terutama mereka yang hanya tahu Islam sepanjang senapan AK47. Maka, keberadaan “sujud syukur” di tengah bumi Eropa merupakan oase bagi dunia Islam.

Masih ada perilaku menarik lagi dari pesepak bola muslim di Rusia. Awal mulanya saat Mesir bersua Uruguay dalam babak grup. Walau Mesir kalah 1–0 dari Uruguay, namun predikat “bintang pertandingan” jatuh kepada penjaga gawang Mesir, El Shenawy. Sebagai ganjarannya, ia berhak mendapat piagam bintang pertandingan. Namun ia menolak pemberian piagam tersebut, sebab piagam tersebut disponsori oleh perusahaan minuman beralkohol, Budweiser. Sebagai seorang Muslim El Shenawy merasa hal itu bertentangan dengan norma agama.

Berdasar pada respon El Shenawy, kemudian FIFA membuat template khusus bagi pemain negara-negara muslim yang mendapat piagam bintang pertandingan. Logo Budweiser dihilangkan dari piagam, artinya di piagam hanya menyisakan profil pemain saja. FIFA sebisa mungkin ingin menjaga universalitas sepak bola dan memastikan olahraga tersebut tidak bertabrakan dengan norma agama apapun.

El Shenawy telah menunjukkan bahwa Islam mengharamkan segala unsur minuman beralkohol (Khmar). Pesan yang ingin disampaikan kira-kira begini, “bisakah saya dijauhi dari segala urusan menyangkut khmar? sebab Islam melarang hal itu”. Dengan begitu, masyarakat non-Islam diharapkan lebih mengerti bagaimana mereka harus memperlakukan kerabat muslim mereka.

Setidaknya dua hal di atas, selebasi sujud dan penolakan piagam bersponsor minuman alkohol, merupakan bentuk dakwah yang telah dilakukan selama gelaran Piala Dunia 2018. Pesan dakwah yang disampaikan tidak lah muluk-muluk, seperti mengislamisasi Eropa atau membangkitkan kejayaan Islam. Sederhana saja: perlakukan lah umat Islam sebagai mana mestinya.

Ada 1 pesan lagi, dan barang kali ini pesan terpenting yang ingin disampaikan oleh 7 wakil Islam dalam Piala Dunia. Lagi-lagi pesannya sederhana: Manusia Islam adalah manusia yang modern, tidak bar-bar dan tidak kaku, ia bisa bermain sepak bola, datang ke stadion serta bergembira ketika tanah airnya menang.

Bila menyangkut “saluran” dakwah, barang kali sepak bola salah satu cara terbaik dalam menyampaikan pesan Keislaman. Mungkin lebih baik dari seratus atau seribu khotbah, begitu kata Aidh al-Qarni, cendekiawan Arab Saudi, ketika mengomentari relasi Islam dan sepak bola. Dari sepak bola, semoga pandangan masyarakat dunia kepada Islam sedikit demi sedikit berubah menjadi lebih cair dan modern.

Well, semua Negara Muslim sudah tersisih dari Piala Dunia 2018. Walau gagal di Piala Dunia, saya harap mereka — dan kita — semua tetap berusaha memenangkan Piala Akhirat yang kekal.

--

--

Ifan Islami

Political Science 2016, University of Indonesia. Hanya berisi draft