Mengikis Kebiasaan Deadliner dengan Puasa

Ifan Islami
2 min readJun 7, 2018

Deadliner dimaknai sebagai seorang yang acap kali abai terhadap waktu kosongnya dan memilih menyelesaikan kewajiban mendekati tenggat waktu (deadline). Kebiasaan ini bermuara pada rendahnya penghargaan terhadap waktu. Tentunya menjadi deadliner adalah hal yang tidak diinginkan oleh semua orang. Tapi nyatanya, kebiasaan tersebut kerap kali dilakukan oleh banyak orang. Padahal kita semua setuju jika deadliner adalah perilaku yang tidak sehat.

Berpuasa di bulan Ramadhan adalah salah satu cara untuk mengikis kebiasaan deadliner. Tentu apabila puasa dilakukan secara ideal. Hal demikian dapat diraih, karena Puasa di Bulan Ramadhan membantu meningkatkan kedisiplinan dan ketepatan waktu kita. Dengan begitu kebiasaan “tidak menghargai waktu” yang terkandung dalam perilaku deadliner dapat terkikis.

Kemudian pertanyaan mengerucut pada: Puasa seperti apa yang dapat mengikis kebiasaan deadliner?

Bila ditelisik lebih lanjut, ibadah puasa sesungguhnya mengajarkan pada kita tentang menghargai waktu. Pun di dalamnya juga terkandung pendidikan kedisiplinan. Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW mengajari para sahabatnya tentang urgensi waktu dan kedisiplinan. Puasa sudah ada ketentuan waktunya dan berbuka juga sudah ada ketentuan waktunya. Lebih detail lagi dari hal ini, seandainya orang yang berpuasa tidak mau berdisiplin dengan ketentuan waktu yang telah ditetapkan, misalnya dia makan atau minum sengaja dua menit sebelum maghrib, maka puasanya menjadi rusak atau batal. (Kitab al’Umru hal 50. dalam Said, 2008).

Di sisi lain, juga bulan Ramadhan mengajarkan umat Islam untuk senantiasa memperbanyak amalan ibadah semaksimal mungkin. Allah memberikan keberkahan dan rahmat bagi hambanya di bulan Ramadhan. Banyak sekali keutamaan yang terdapat dalam Bulan Ramadhan. Dengan begitu, umat Islam diharapkan dapat memaksimalkan keutamaan di Bulan Ramadhan dengan mengoptimalkan ibadahnya. Semangat mengisi waktu senggang dengan beribadah merupakan cara optimalisasi tersebut.

Dalam hal ini kita dapat melihat betapa banyak orang yang memasang target ibadah selama bulan puasa. Dapatlah kita lihat betapa banyak orang yang memanfaatkan waktu kosongnya untuk membaca Al-Qur’an. Betapa banyak orang berbondong-bondong untuk melaksanakan i’tikaf di 10 malam terakhir Bulan Ramadhan. Dari sini kita dapat melihat, bahwa persoalan Ramadhan bukan hanya menunggu waktu berbuka. Mengisi waktu senggang selama berpuasa menjadi agenda penting di Bulan Ramadhan.

Kesungguhan menjadi kunci utama dalam mengisi waktu senggang selama menjalankan ibadah puasa. Kesungguhan akan membedakan kualitas puasa tiap individu. Kita melihat orang yang bersemangat mengisi kegiatan Ramadhannya dengan berbagai target ibadah, mengkhatamkan Al-Qur’an, menjalankan Qiyamul lail, dan sebagainya. Orang-orang tersebut sangat menghargai waktunya di bulan Ramadhan, mereka tidak ingin menyia-nyiakan tiap detik demi hal yang tidak bermanfaat. Sebaliknya, kita juga sering kali mendapati orang yang bermalas-malasan ketika berpuasa. Merekalah yang tidak mengoptimalkan waktu untuk kegiatan yang bermanfaat di bulan Ramadhan.

Secara tidak langsung, kegiatan “menghargai” waktu yang dialami oleh seseorang di Bulan Ramadhan akan mempengaruhi sikap perilakunya di masa depan. Kebiasaan tersebut dapat mengikis perilaku “deadliner” individu. Deadliner tumbuh ketika seorang individu tidak lagi dapat memanfaatkan waktu kosongnya secara optimal. Dan di Bulan Ramadhan, kita diberikan latihan kedisiplinan dan menghargai waktu ketika berpuasa. Konsistensi menjalani ibadah puasa secara disiplin akan memberikan dampak pada kebiasaan kita. Ganjarannya ialah kedisiplinan dan sikap menghargai tiap detik waktu yang berlalu.

Selamat Berpuasa!

Referensi:

Al-Qahthani, Said.(2008). Misteri Ramadhan. Jakarta: Nakhlah Pustaka.

--

--

Ifan Islami

Political Science 2016, University of Indonesia. Hanya berisi draft