Muda, Terdidik, dan Depresi

Ifan Islami
3 min readJun 2, 2021

Saya tidak pernah benar menganggap manusia-manusia kelahiran tahun 1998 adalah generasi yang sial sebelum pandemi muncul di tahun 2020. Umumnya mahasiswa yang lulus kuliah era pandemi adalah mereka yang lahir di tahun 1998. Kondisi pasar saat mereka lulus kuliah sedang terpukul hebat akibat pagebluk COVID-19. Pertumbuhan jeblok minus, dan bahkan laporan kuartal terakhir (Q1–2021) Indonesia masih betah di zona ekonomi minus.

Saya menyadari bahwa mahasiswa yang lulus pada medio 2020 (dan 2021) sungguh adalah generasi yang sial secara pendapatan finansial. Barang tentu ihwal kesialan ini disebabkan oleh pagebluk yang memukul mundur pertumbuhan ekonomi global dan nasional. Sempat diperkirakan baik-baik saja dan mengalami kenaikan, lalu dipaksa terjun extreme. Dan sayangnya pemulihannya diperkirakan memakan waktu yang lama.

Mahasiswa yang lulus di saat pandemi (selanjutnya disebut mahasiswa pandemi) memasuki tahun 2020 dengan optimisme yang membuncah. Dikabarkan dalam pers nasional maupun internasional, 2020 adalah tahun kebangkitan ekonomi nasional. Apalagi Indonesia baru mengadakan pemilihan presiden setahun sebelumnya. Omong kosong terhadap ramalan buruk ekonom terhadap tahun 2020. Pertumbuhan di bulan Januari dan Februari sudah cukup menepis omong kosong itu. Namun agaknya kita harus memberikan sedikit ruang terhadap prediksi buruk, setidaknya kita harus melihat bahwa tahun 2020 adalah tahun spekulasi dan penuh misteri.

Pada bulan Maret 2020, saya menyadari bahwa mahasiswa pandemi akan mendapat kesulitan. Cukup 1 bulan saja, kita sudah bisa melihat banyak usaha mikro hingga makro terpaksa gulung tikar karena minimnya demand. Dari sana dapat disimpulkan mahasiswa yang lulus pada awal-awal pandemi harus menerima kenyataan bahwa mereka harus menganggur lebih lama secara rata-tata dibanding generasi sebelumnya.

Fenomena seperti ini bukan pertama kali terjadi. Di dalam krisis finansial 2008, Krugman (2011) beberapa kali menggarisbawahi secara khusus fresh graduate pada saat krisis finansial. Secara kualitas mereka adalah pemuda-pemuda yang paling cocok dengan pasar tenaga kerja; berpikiran modern dan dibekali oleh skill masa kini. Namun mereka lulus pada momentum yang tidak beruntung. Dan fase hidup yang tidak beruntung itu mempengaruhi mereka secara mental juga material.

Masih membahas krisis finansial 2008, Krugman melihat bahwa krisis tersebut membawa fenomena long-term unemployment, kondisi tidak ideal ketika penduduk di usia kerja menganggur lebih lama. Kondisi tersebut tidak hanya berdampak pada kerugian material saja, namun juga membawa kecemasan dan depresi jangka panjang. Di masa depan pun, fresh graduate yang terdampak oleh krisis akan mempunyai karir dan kehidupan kerja yang lebih buruk ketimbang fresh graduate yang lulus dalam periode normal.

Jujur saja, mahasiswa pandemi punya semua modal untuk menjadi kelas menengah baru, dan siap menjadi iron stock di industri digital yang digadang-gadang menjadi motor ekonomi baru. Sebagai generasi yang native digital, generasi ini punya advantage yang tidak dipunyai generasi sebelumnya. Saya yakin bila diukur secara statistik, mahasiswa pandemi punya indeks melek teknologi paling tinggi dibanding yang lain. Anggaplah itu benar, atau tipis-tipis, maka seharusnya mereka punya potensi untuk memotori industri digital nasional.

Penurunan pertumbuhan ekonomi sudah barang tentu berdampak langsung terhadap mahasiswa pandemi. Mereka yang telah masuk usia ideal kerja terpaksa harus menunggu lebih lama untuk bisa terserap dalam industri. Kontan sebagian dari mereka tidak punya pengalaman kerja dan tidak berdaya secara ekonomi. Padahal pengalaman kerja adalah nilai penting dalam pasar tenaga kerja hari ini.

Yang lebih penting dari itu semua adalah keberlanjutan hidup mahasiswa pandemi ke depan. Secara kolektif mereka adalah generasi terdidik dan punya kemampuan mutakhir. Juga mereka yang paling rentan terkena depresi sebab pandemi dan finansial. Mereka adalah anak muda yang terdidik namun rentan mengalami depresi.

--

--

Ifan Islami

Political Science 2016, University of Indonesia. Hanya berisi draft