Pilkada DKI 2017, Ketika Anies–Sandi “Tertipu” Hasil Survei

Ifan Islami
5 min readFeb 17, 2024

Tulisan ini adalah rangkuman hasil perbincangan saya dengan salah satu Tim Pemenangan Anies–Sandi. Selain itu, saya juga mencoba untuk crosscheck dengan menyelam konten-konten dan berita kampanye Anies-Sandi.

Pilkada DKI 2017 selalu menjadi rujukan kalau kita ngomongin “seni” dalam memenangkan Pilkada. Saya rasa rugi bila cerita ini tidak diarsipkan dalam tulisan. Maka dari itu saya berinisiatif menuliskannya dalam beberapa artikel.

Masalah Jakarta itu Apa, sih?

Apa masalah Jakarta? Mayoritas warga pasti akan menjawab banjir dan macet. Tim Anies–Sandi (selanjutnya disingkat jadi Tim AS) melakukan survei pada 2017, dan dua jawaban itu adalah top of mind masyarakat Jakarta. Bahkan saya melakukan survei pada 2023, dua jawaban itu tetap menjadi top isu. Lambat laun, Tim AS sadar bahwa macet dan jakarta itu bukan masalah warga Jakarta.

Kita fokus banjir dan macet dulu, ya. Oleh karena macet dan banjir adalah jawaban teratas dalam survei, maka pesan kunci dan materi kampanye akan diarahkan ke sana. Kira-kira begitu kesimpulan meeting Tim AS.

Per september 2017, Tim AS start untuk kampanye! Oke Gas! Segala ruang dimaksimalkan. Udara, darat, bahkan banjir pun diarungi untuk menyampaikan pesan bahwa “Anies-Sandi terpilih, banjir dan macet teratasi.”

Konten awal Anies-Sandi pasca survey isu Jakarta (Sept. 2016)
Konten Sosial Media: Masalah DKI Jakarta (Sept. 2016)

Tapi anehnya setelah 2 atau 3 minggu keliling Jakarta dan media sosial, narasi banjir macet itu kok nggak menggema. Istilah anak agency mah low engagement, nggak viral. Untungnya, Tim AS ini data-driven, jadi evaluasi itu adalah hal yang mutlak bagi mereka. FYI, Anies Baswedan punya tim kecil yang isinya akademisi, mayoritas dari UGM. Sedangkan Sandiaga punya tim namanya Melawai, ini timnya sudah solid karena ikut Sandiaga selama 2 tahun.

Salah satu konten Sandiaga Uno mengenai Banjir

FGD Kunci kepada Sembilan Orang

Masuk ke bagian evaluasi. Tim AS meeting dan bedah lagi hasil survei masalah Jakarta. Kesimpulannya, temuan-temuan survei harus dicek ulang melalui Focus Group Discussion. Lalu dikumpulkan lah 9 orang dari latar belakang berbeda. Sembilan orang itu yakni; 3 orang emak-emak, 3 anak muda, dan 3 pekerja. Narasumber saya lupa mengapa latar belakang tersebut yang dipilih.

Temuannya menarik. Macet dan banjir itu bukanlah merupakan problem utama warga Jakarta. Macet biasanya dirasakan orang Bekasi, Bogor, Tangerang, atau pinggiran Jakarta.

Peserta FGD bilang, “Kami nggak macet, apalagi kami nggak kerja. Kalo banjir, itu malah kesempatan barengan blangsakan”.

Duar! Revisi total.

Dari survei masalah Jakarta, ada beberapa isu yang patut didalami. Setelah FGD, ada isu-isu yang walaupun tidak banyak yang sebut tapi ternyata “hitam sekali”, alias warga Jakarta sangat takut. Kalau cuma sekadar banjir dan macet kan sepele buat mereka. Nah, ada beberapa isu yang ketika didiskusikan dalam FGD, para peserta merasa “Iya banget, itu gue takut banget”. Isu-isu itu antara lain: penghasilan stagnan, masa depan anak, dan nggak punya rumah. Ini dia yang kemudian diturunkan jadi program unggulan.

Akhirnya Tim SA merumuskan program unggulan mereka berdasarkan tiga masalah itu. Jeng, jeng, jeng! Lalu lahirlah 3 program legend dari Anies-Sandi!

OK-OCE. One Kecamatan One Center for Entrepreneurship. Tujuannya melahirkan 200.000 pengusaha baru. Itu pesan kuncinya. Namun, saat di lapangan, Tim AS juga mengatakan kalau program ini juga termasuk scale up bagi warga yang sudah punya usaha. Salah satu yang ditugaskan menjaga OK OCE adalah Faransyah Agung Jaya.

DP 0. Ini masalah yang out of the box bagi Tim AS. Nggak banyak yang ngeluh mengenai gak punya rumah, tetapi kalau ditanya apakah mereka mau punya rumah? Semua jawab iya. Setelah program ini dirilis ke publik, daya viralnya luar biasa. Sekejap program ini jadi top of mind masyarakat. Bahkan 50 persen masyarakat paling ingat program DP 0, dibanding program Anies-Sandi lainnya. Ohiya, DP 0 juga menjadi program yang paling challenging, karena Tim SA sudah konsultasi dengan Bank Indonesia, tetapi hitung-hitungannya gak dapat kalau 0 persen. Akhirnya disimpulkan saja, ini program DP 0 rupiah, bukan 0 persen. Narasumber saya juga kurang mengerti perbedaan detailnya.

KJP Plus. KJP Plus adalah program asimilasi antara program incumbent dengan sentuhan baru. Tim AS sepakat bahwa KJP ini sudah masuk alam bawah sadar masyarakat Jakarta, di mana-mana retail sudah tahu KJP, bahkan hingga ke pasar tradisional. Intinnya, KJP nggak boleh dihilangkan, tapi juga nggak boleh mentah-mentah kita bilang “saya akan lanjutkan KJP karena sudah baik”, harus ada pembeda. Jadi ditambahlah kata “plus”, konsekuensinya benefit yang diterima juga harus bertambah.

Anies juga menyarankan adanya Kartu Guru, mungkin gak sepopuler dengan KJP Plus, tapi konsepnya ingin memberikan manfaat juga kepada guru. Mereka yang memegang Kartu Guru bisa dapat diskon pada beberapa merchant. Gagasannya sangat luas dan noble, tapi di Jakarta yang mungkin hanya memberi diskon saja.

Viralisasi dengan Metode “Pokoknya OK OCE”

Para pembaca kayaknya pernah ngerasa, dulu ada periode kita mikir “Ini Anies-Sandi ditanya apa, kok jawabannya OK OCE, dasar nggak nyambung.”

Ternyata Tim AS memang sengaja mendorong Anies-Sandi supaya menjawab pertanyaan-pertanyaan wartawan dengan “nggak nyambung”. Tim AS menyuruh Anies untuk selalu menyelipkan KJP Plus, walau pertanyaannya gak mengarah ke pendidikan. Begitu juga Sandi, apapun masalahnya solusi OK OCE. Jawaban “nggak nyambung” ini sempat jadi bulan-bulanan netizen, bahkan Djarot mengejek OK OCE di panggung debat. Tapi berkat bulan-bulanan itu, program unggulan Anies-Sandi sampai ke masyarakat.

Visualisasi dan intonasi saat menyampaikan itu menjadi penting dalam menyampaikan program unggulan. Tim AS tidak hanya pintar dalam mencari masalah kunci, tetapi juga merancang bagaimana Anies-Sandi menyampaikannya ke publik. Kombinasi ini menjadi duet maut dalam mengangkat nama Anies-Sandi.

Saya pikir itu saja ya untuk saat ini. Ada beberapa topik lagi yang seru untuk dibahas.

--

--

Ifan Islami

Political Science 2016, University of Indonesia. Hanya berisi draft