Sikap Politik Uang Warga Jakarta tahun 2023

Ifan Islami
3 min readJul 9, 2023

--

Suasana gembira terjadi pada tahun 1999, di mana ketika itu Indonesia melangsungkan Pemilu demokratis pertamanya sejak tahun 1955. Ini adalah tonggak sejarah, Indonesia kini dapat memilih wakil rakyat, kepala daerah, dan presidennya secara langsung. Pemimpin yang terpilih murni adalah kehendak rakyat. Gambaran ideal di atas kertas ini membuat orang optimis.

Nyatanya persoalan seperti politik uang konsisten terjadi di Indonesia dan justru malah melahirkan pemimpin dengan kualitas yang buruk. Hubungan politik uang seakan menjadi siklus yang tidak pernah putus. Rakyat pemilih butuh uang, dan calon pemimpin butuh untuk dipilih. Sehingga jalan curang ini ditempuh guna meningkatkan potensi calon pemimpin bisa menang.

Dalam tulisan ini, saya mencoba untuk memaparkan kondisi terkini warga DKI Jakarta terhadap politik uang. Survei yang dilakukan oleh Nakama Research and Consulting pada akhir Mei 2023 berusaha menangkap lebih jelas mengenai kondisi politik di Jakarta pada 2023. Saya akan fokus mengeksplorasi data hanya pada aspek politik uang.

Objektif dari visualisasi data ini adalah mencari tahu bagaimana sebaran politik uang berdasarkan lima wilayah administrasi di Jakarta. Selain itu, saya juga ingin mencari hubungan antara politik uang dengan usia penduduk serta tingkat ekonomi.

Jakarta Utara Paling “Menerima Politik” Uang

Salah satu pertanyaan dalam survei adalah “Jika ada tim pasangan calon memberikan Anda uang, apakah Anda akan memilih mereka?”. Dari 400 responden, mayoritas mereka menjawab tidak (74%), mungkin sebanyak 20%, dan iya sebanyak 6%.

Bila jawaban itu dibagi berdasarkan daerah administratif. Jakarta utara merupakan wilayah yang paling banyak warganya membuka ruang untuk politik uang. Sebanyak 50% warga Jakarta Utara menyatakan iya dan mungkin untuk menerima politik uang. Wilayah yang paling kecil penerimaan terhadap politik uang adalah Jakarta Pusat, dengan hanya 5% saja warganya yang membuka ruang terhadap hal itu.

Miskin–Kaya, Tua–Muda, Semuanya Terbuka dengan Politik Uang

Bila data sikap politik uang disilangkan dengan usia penduduk, maka kita dapat melihat bahwa penerimaan terhadap politik uang cenderung merata pada usia muda (17–40 tahun) dan tua (41> tahun). Keduanya sama-sama mempunyai proporsi 25–28% terbuka pada politik uang. Sehingga tidak terlihat ada hubungan antara usia dengan sikap mereka dalam politik uang.

Begitu pun dengan tingkat ekonomi. Semua lapisan masyarat bila dibagi berdasarkan pengeluarannya, dapat terlihat bahwa mereka cenderung mempunyai proporsi penerimaan keterbukaan terhadap politik uang yang seragam. Penulis berusaha membagi sikap tersebut ke dalam 4kategori, dengan interval rentang sebesar Rp2 juta rupiah.

Dapat dilihat bahwa baik masyarakat yang berpengeluaran rendah hingga tinggi cenderung mempunyai proporsi “ya” dan “mungkin” yang sama, yakni 25–28%. Artinya, tidak terlihat ada hubungan antara tingkat ekonomi dengan sikap politik uang di Jakarta.

Saran: Studi Lanjutan Terhadap Ekspektasi Pemimpin

Secara awam, mungkin orang-orang berpikir bahwa masyarakat yang tergolong ekonomi lemah akan mudah menerima politik uang. Namun, data di atas justru membantah hal tersebut. Untuk itu, tentunya ada faktor lain yang menyebabkan sebagian masyarakat Jakarta terbuka untuk menerima politik uang. Faktor-faktor seperti kualitas pembangunan di tiap daerah, dan ekspektasi mereka terhadap pergantian Gubernur perlu digali lebih dalam. Sehingga akar masalah politik uang dapat diselesaikan dan Pemilu dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas.

Selain itu, Pemerintah perlu mengawasi dan sosialisasi secara intens wilayah yang cenderung “welcome” terhadap politik uang, yakni Jakarta Utara dan Selatan. Titik-titik pengawasan dan sosialisasi bisa dilakukan secara umum, tidak terbatas pada wilayah rural atau padat penduduk saja.

Disclaimer, tulisan ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas visualisasi data Pacmann.

--

--

Ifan Islami

Political Science 2016, University of Indonesia. Hanya berisi draft